Laman

Selasa, 24 Mei 2011

PERILAKU POLITIK DEMONSTRAN


PERILAKU POLITIK DEMONSTRAN
Oleh:Subiran
(Mahasiswa Jurusan Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, kader HI (Human Illumination) dan HMI Cab. Kolaka-Makassar)
Demonstrasi merupakan salah satu bentuk dari perilaku politik yang dilakukan oleh suatu masyarakat, kelompok sosial, atau individu yang dilakukan untuk menyuarakan atau menyalurkan aspirasi, pendapat, dan yang sebagainya. Demonstarasi biasanya dilakukan apabila terjadi suatu kebijakan yang tidak sesuai, atau menuntut keadilan dan lain sebagainya yang dilakukan oleh sejumlah massa yang cukup banyak.

Dinamika politik dalam beberapa waktu lalu hingga hari ini boleh dikatakan cukup panas, dimana pada beberapa waktu yang lalu diraikan dengan pro kontra mengenai kebijakan Bailout Century, curhat gaji Presiden, kasus pimpinan KPK Bibit Samat Rianto dan Candra M. Hamsah, dugaan kriminalisasi kasus pembunuhan putra PT Rajawali Banjaran oleh mantan ketua KPK Antasari Azhara, anggota DPR yang nonton bokep ketika rapat, pembangunan gedung DPR RI , hingga yang paling baru dugaan korupsi pembangunan gedung Sea Games Palembang yang melibatkan sejumlah politisi Partai Demokrat. Isu menjadi perhatian banyak pihak karena banyak yang menganggap ini sebagai ulangan dari isu-isu sebelumnya yang belum menemui jalan penyelesaian entah dari segi dan sudut hokum, social maupun politik yang merugikan banyak uang Negara. Seperti isu-isu politik yang lain, isu yang disebutkan diatas memancing banyak pihak untuk mengindikasikan bahwa banyak sekali kecurangan, serta ketidakberesan di dalamnya. Dari hal itu banyak pernyataan yang bernada tuntutan dan hujatan dari kalangan masyarakat agar kasus-kasut tersebut tidak hanya dijadikan komoditas politik kekuasaan tetapi segera diselesaikan dan pihak-pihak yang terkait dengan kasus tersebut harus bertanggung jawab. Kasus yang disebutkan diatas pula kontan, membuat seluruh elemen masyarakat mengamati dan tercurahkan perhatian mendalam ke masalah tersebut. Karena kasus-kasus tersebut terkait dengan kebijakan pemerintah yang berarti bila memang benar ada kecurangan dan manipulasi hokum, maka akan berdampak pada keberlanjutan pemerintahan SBY-Boediono.

Seiring dengan proses pengungkapan yang dilakukan di ranah politik melalui DPR, di ranah hokum yang dilakukan oleh KPK,Polisi, Kejaksaan hingga Mahkamah agung, serta di ranah sosial yang dilakukan oleh berbagai LSM dan NGO seperti ICW dan lembaga lain, yang mengindikasikan memang ada kesalahan dan kesemrawutan alih-alih penundaan dan pembiaran dalam penyelesaiannya, maka banyak elemen bangsa seperti mahasiswa, LSM, dan masyarakat melakukan tuntutan agar kasus-kasus tersebut diselesaikan. Berbagai demonstrasi dilakukan oleh mahasiswa untuk menuntut pihak – pihak terkait untuk bertanggung jawab. Berbagai orasi dilakukan oleh demonstran, selain itu aksi teatrikal juga dilakukan para demonstran untuk menyaurakan tuntutannya.

Demonstrasi yang dilakukan oleh para demonstran tidak hanya orasi dan aksi teatrikal namun juga mambawa foto-foto pejabat tinggi Negara, politikus maupun tokoh masyarakat yang diberi simbol dengan segala variannya. Bahkan tidak jarang ada demonstrasi yang membawa foto Presiden SBY dan bendera partai Demokrat untuk kemudian dibakar dan dilecehkan (diludahi). Sekedar untuk mereview kembal, hal itu perna terjadi ketika demo menyambut hari ke-100 pemerintahan SBY-Boediono, 28 Januari 2010 yang lalu dalam hal ini kotroversi kerbau ikut demo. Kerbau yang ikut berdemo itu dimake-up sedemikian rupa. Badan yang hitam diberi tulisan 'Si BuaYa' sebagai inisial namanya. Di bagian bokongnya ditempeli gambar kartun pria berpeci mirip Presiden SBY, dengan tulisan “turun!” Kerbau tersebut berjalan bersama dua orang pendemo yang berdandan serba putih, dengan memakai celana pendek.

Menarik memang jika kita membahas pendekatan antropologi terhadap gejala-gejala politik dalam kehidupan manusia. Pembahasan meliputi teori-teori mengenai perwujudan politik dalam kehidupan manusia serta sistem politik pada masyarakat sederhana dan modern. Selain itu juga membahas pendekatan antropologi terhadap gejala-gejala politik dalam kehidupan manusia, termasuk yang tidak terkategori sebagai gejala-gejala politik yang berkaitan dengan lembaga-lembaga politik formal/pemerintah dalam masyarakat modern. Cakupan pembahasannya meliputi pula berbagai gejala politik dan organisasi sosial dalam komuniti-komuniti masyarakat perdesaan/non-masyarakat kompleks. Dalam hal perilaku demonstran, dimana demonstran menggunakan hal-hal yang unik adalah bagian dari gejala-gejala politik yang terjadi.

Dalam kajian antropologi politik, apa yang dilakukan oleh para demonstran adalah merupakan bentuk politik simbolisme. Dimana para demonstran menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai bentuk ungkapan politik yang ingin diutarakan. Dan simbol-simbol ini menggunakan gambaran dari realitas yang dirasakan para demonstran. Simbol -simbol tersebut juga menjadi bentuk protes terhadap pihak-pihak yang menjadi sasaran demonstrasi.

Dalam demonstrasi kasus-kasus yang disebutkan diatas, para demonstran menggunakan simbol gambar atau foto para pejabat tinggi negara. Hal ini menjadi bentuk simbolisme yang ingin diungkapkan oleh demonstran. Bentuk gambar yang diberi aksesoris sering diidentikan sebagai kebencian dan krisis kepercaan terhadap pejabat Negara tersebut. Dalam hal ini para demonstran menggunakan simbol tersebut untuk mengatakan bahwa pejabat tinggi Negara yang ada dalam foto tersebut lebih sebagai sosok yang telah menguras dan menghisap darah rakyat sendiri. Sehingga demonstran menganggap tokoh-tokoh itu sebagai manusia colonial yang menjarah kedaulatan Republik sendiri. Karena dianggap telah melakukan tindakan yang salah dan keliru dengan melakukan berbagai kebijakan politik yang memakan dana kesejahteraan rakyat.

Perilaku politik seperti itu menjadi warna dalam perpolitikan di Indonesia. Namun interpretasi yang dilakukan memang harus lebih cermat dan seharusnya tidak boleh gegabah mengklaim bahkan menyimpulkan sehingga tetap mengedeankan azaz keindonesiaan yang plural.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar