Jika
wacana dan laku politik masyarakat Indonesia boleh dikata apatis dalam mengurai
problem kebangsaan dan kenegaraan di tengah kebobrokan penyelenggara negara
dalam menjalankan pemerintahan didunia nyata, maka berbeda halnya di dunia maya.
Entah
karena pengaruh transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu
kuat dibidang sistem informasi sehingga
energi gerakan masyarakat dituangkan dalam bentuk jejaring sosial didunia maya
ataukah memang karena masyarakat kita terkesan malu dan penakut untuk
menyalurkan aspirasinya didunia nyata. Tetapi terlepas dari semua hal tersebut,
kita patut mengapresiasi segala tekstur dan kontur gerakan mayarakat sebagai
pertimbangan dan masukan konstruktif dalam rangka merenovasi bangunan hidup dan
kehidupan negara kita yang terkesan mendua terhadap tujuan dan cita-cita
dilahirkannya.
Di
dunia nyata, memang tidak bisa dipungkiri bahwa rangkaian aktivitas masyarakat
dalam merespon perilaku politik menyimpang para aktor politik di Senayan dan
Istana dewasa ini cenderung bersifat momentuman dan tidak terorganisir dengan
baik. Jika pun ada mungkin hanya sebagian kelompok masyarakat saja khususnya
kalangan mahasiswa yang aktif dan massif dalam menyampaikan keluh kesahnya atas
lesuh dan kusutnya wajah pemerintahan khususnya berkaitan dengan semakin
mengguritanya penyakit kawanan pejabat publik (KKN). Hal ini selain dipengaruhi
oleh alergi politik masyarakat yang memandang politik serba busuk dan kotor,
juga dipengaruhi oleh tidak kuatnya simpul pemersatu gerakan masyarakat dalam
memperjuangkan aspirasinya. Belum lagi maraknya kooptasi elite politik atas
gerakan masyarakat tersebut yang turut menyuburkan wacana dan laku politik
masyarakat yang apatis. Tetapi berbeda halnya dengan di dunia maya. Gerakan
masyarakat selain begitu deras menghantam setiap segi dan sudut kebobrokan
wacana dan laku politik aktor politik di senayan dan Istana, juga begitu masif
dalam merespon berbagai isu kemasyarakatan yang terabaikan dan dilupakan oleh
para pejabat publik.
Berbagai
perkumpulan dan seruan solidaritas moral di dunia maya yang mulai mewahana
khususnya di jaman kepemimpinan Presiden SBY merupakan indikasi kuat bahwa
masyarakat tidaklah tidur dan membiarkan berbagai ketidakadilan dan penindasan
di tengah masyarakat, baik yang bersifat vertikal (pemerintah dan masyarakat)
maupun horizontal (antar masyarat). Kasus Prita Mulya Sari beberapa waktu lalu
dan kasus pembantaian Di mesuji dan Bima serta Kasus Sandal Jepit yang
baru-baru ini terjadi merupakan salah satu dari sekian banyaknya contoh
bagaimana gerakan masyarakat di dunia maya begitu konsisten dalam menyampaikan
aspirasi demi perbaikan bangsa dan negara yang cenderung dialpakan oleh pejabat
publik kita. Belum lagi berkaitan dengan hujatan dan kritikan masyarakat atas
kinerja pemerintahan (legislatif, eksekutif fan yudikatif) dalam bentuk
perkumpulan dijejaring sosial.
Memang
tidak bisa dinafikan bahwa gerakan di dunia maya tersebut memiliki pesan dan
kesan yang ambigu ketika berbicara diranah keefektikan sebuah gerakan
masyarakat sivil. Disatu sisi, gerakan masyarakat di dunia maya, memang bisa
saja mengilhami dan memberikan inspirasi lahirnya gerakan masyarakat sipil di
dunia nyata. Tetapi disisi yang lain gerakan tersebut terkesan sebagai gerakan
masyarakat yang malu-malu alih-alih penakut. Sebab jika dibandingkan dengan
gerakan masyarakat di dunia nyata maka gerakan di dunia maya tersebut selain
sangat meminimalisir resistensi dari kubuh pemerintah, juga sangat terkesan
meminimalisir pengorbanan dan perjuangan.
Penulis
membayangkan bagaimana seandainya setiap perkumpulan dan seruan moral di dunia
maya tersebut mengaktual di dunia nyata. Bukankan akan melahirkan gerakan
masyarakat sipil yang begitu masif dan terorganisir?. Sekiranya demikian, maka
potensi besar keberhasilan gerakan masyarakat dalam menyampaikan dan
menyuarakan aspirasi bisa sampai pada titik klimaknya. Jangankan berbicara
mengenai keberhasilan diaktualkannya aspirasi oleh penentu kebijakan tertinggi,
penggulingan atau kudeta kekuasaanpun bisa dilakukan, misalnya revolusi atau
reformasi.
Transformasi Gerakan
Ekspektasi
dan atensi gerakan masyarakat yang concern melakukan gerakan moral dan
inteleqtual di dunia maya dewasa ini (khususnya pasca reformasi) merupakan
penanda sekaligus petanda, bahwa gerakan masyarakat telah bertrnasformasi
secara signifikan dari kultur gerakan terbuka ke kultur gerakan bawah tanah
seperti yang pernah di lakonkan oleh Panglima besar Jendral Soedirman dijaman
pra kemerdekaan dulu.
Transfrmosi
tersebut jelas tidaklah lahir dari ruang yang kosong dan kultur gerakan di
dunia maya yang segenung dan sedanau dengan format gerakan bawah tanah juga
memiliki varian alasan tersendiri.
Menyangkut
hal yang pertama, jawabannya telah dikemukakan dibagian awal tulisan ini,
sedangkan menyangkut jawaban kedua lebih mengarah pada transformasi paradigma
dan orientasi politik masyarakat yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Transformasi paradigma terjadi karena tingkat pendidikan politik
masyarakat semakin menunjukkan kematangan dan kedewasaan. Hal ini juga atas
berkat kontribusi derasnya arus informasi yang tidak hanya menyambangi individu
tertentu tetapi telah dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Artinya,
berkat arus informasi tersebut, akses data dan informasi tidak lagi terpusat
pada individu-individu tertentu tetapi terddesentralisasi kepada seluruh
lapisan masyarakat mulai dari perkotaan hingga pedesaan, mulai dari pulau jawa
hingga nn-jawa.
Transformasi
orientasi lebih dipengaruhi karena hampir semua data dan informasi yang masuk
dalam kotak memori akal masyarakat sepenuhnya berorientasi pragmatis. Akhirnya
tingkat orientasi politik masyarakatpun menjadi pragmatis. Akibatnya berimbas
pada perilaku dan budaya politik masyarakat yang tentunya pragmatis pula.
Orientasi
gerakan masyarakat yang terkesan pragmatis tersebut selain dipenuhi oleh
kalkulasi materil, juga disesaki dengan pertimbangan tidak ingin bersentuhan
langsung dengan dunia politik praktis yang sudah semakin murtad. Kalkulasi
materil dideteksi dari pertimbangan meminimalisir pengorbanan dan perjuangan
gerakan. Artinya masyarakat banyak mempertimbangkan implikasi gerakan terbuka
yang lebih banyak menuai kegagalan ketimbang keberhasilan yang parahnya menelan
korban yang tidak tanggung-tanggung jumlahnya. Itulah sebabnya orientasi
gerakan masyarakat yang pragmatis tersebut dituangkan dalam medium yang lebih
menjamin keselamatan ketimbang tidak sama sekali. Dan tidak ada medium yang
lebih efektif dan pragmatis selain dari dunia maya.
Pertimbangan
untuk tidak ingin bersentuhan secara langsung dengan dunia politik praktis yang
diklaim sudah murtad tersebut juga turut melahirkan orientasi pragmatis gerakan
di atas. Artinya perubahan kontur gerakan dari yang bersifat terbuka menjadi
tertutup (gerakan bawah tanah) lebih karena keyakinan publik akan
ketidakindependenan gerakan masyarakat dewasa ini yang sarat dengan kooptasi
dari elite politik. Hampir mirip dengan alasan perjuangan bawah tanah yang
dilakukan oleh Jendral Soedirman ketika itu yang tidak ingin terkooptasi dengan
kepentingan politik praktis. Dengan demikian, beralihnya etensi masyarakat
untuk mengalihkan gerakan masyarakat ke domain yang lebih bersifat bawah tanah
juga diimbangi dengan keinginan kuat masyarakat untuk mengefektifkan gerakan di
tengah semakin kuatnya cengkraman mafia (hukum, politik, agama, budaya dan
pendidikan) yang jika dilakukan dengan pendekatan gerakan terbuka, maka hanya
akan melakukan tindakan bunuh diri. Selain itu, peralihan gerakan tersebut juga
merupakan penanda sekaligus petanda bahwa kekuatan masyarakat sipil dalam
konteks bangunan perpolitikan ditanah air sangat lemah. Artinya gerakan bawah
tanah dengan menggunakan medium dunia maya tersebut merupakan sebuah stratak
(strategi, tehnik dan taktik) politik masyarakat untuk melawan gerakan arus
besar kekuatan politik mafia yang hampir melilit seluruh sektor berbangsa dan
bernegara kita dewasa ini. Artinya masyarakat sangat paham dan meyakini bahwa
kekuatan politiknya didunia nyata sangat lemah ketika berhadapan dengan arus
besar konspirasi mafia republik, sehingga harus menerapkan strategi politik bawah
tanah tersebut. Sekiranya kekuatan politik masyarakat di dunia nyata memang
kuat, maka bagaimana mungkin masyarakat harus sembunyi-sembunyi menggalang
kekuatan di dunia lain (dunia maya). Hal ini merupakan sebuah keniscayaan dalam
stratagi perang yang menekankan bahwa ketika menghadapi kekuatan yang lebih
besar, maka gerakan bawah tanah merupakan solusi terbaik untuk memenangkan
perang. Dan memang, ini telah terbukti dalam percaturan sejerah perang di dunia
entah di dalam negeri sendiri maupun di luar negeri.
Dengan
demikian, maka gerakan masyarakat di dunia maya juga merupakan indikasi
termanagenya konsolidasi eleman masyarakat dalam rangka menghadapi kekuatan
politik tandingan yang selama ini menghegemoni dan mendiskreditkan kekuatan
politik masyarakat di dunia nyata,
dengan harapan terbangunnya kesadaran politik kolektif masyarakat untuk
bergerak kedunia nyata. Sehingga tidak menutup kemungkinan gerakan di dunia
maya tersebut bisa mengaktual dalam dunia nyata.
Oleh: Subiran
Pemerhati Politik FISIP Universitas
Muhammadiyah Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar