Laman

Kamis, 15 November 2012

Kekuatan Politik Virtual



Jika wacana dan laku politik masyarakat Indonesia boleh dikata apatis dalam mengurai problem kebangsaan dan kenegaraan di tengah kebobrokan penyelenggara negara dalam menjalankan pemerintahan didunia nyata, maka berbeda halnya di dunia maya.
Entah karena pengaruh transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu kuat  dibidang sistem informasi sehingga energi gerakan masyarakat dituangkan dalam bentuk jejaring sosial didunia maya ataukah memang karena masyarakat kita terkesan malu dan penakut untuk menyalurkan aspirasinya didunia nyata. Tetapi terlepas dari semua hal tersebut, kita patut mengapresiasi segala tekstur dan kontur gerakan mayarakat sebagai pertimbangan dan masukan konstruktif dalam rangka merenovasi bangunan hidup dan kehidupan negara kita yang terkesan mendua terhadap tujuan dan cita-cita dilahirkannya.
Di dunia nyata, memang tidak bisa dipungkiri bahwa rangkaian aktivitas masyarakat dalam merespon perilaku politik menyimpang para aktor politik di Senayan dan Istana dewasa ini cenderung bersifat momentuman dan tidak terorganisir dengan baik. Jika pun ada mungkin hanya sebagian kelompok masyarakat saja khususnya kalangan mahasiswa yang aktif dan massif dalam menyampaikan keluh kesahnya atas lesuh dan kusutnya wajah pemerintahan khususnya berkaitan dengan semakin mengguritanya penyakit kawanan pejabat publik (KKN). Hal ini selain dipengaruhi oleh alergi politik masyarakat yang memandang politik serba busuk dan kotor, juga dipengaruhi oleh tidak kuatnya simpul pemersatu gerakan masyarakat dalam memperjuangkan aspirasinya. Belum lagi maraknya kooptasi elite politik atas gerakan masyarakat tersebut yang turut menyuburkan wacana dan laku politik masyarakat yang apatis. Tetapi berbeda halnya dengan di dunia maya. Gerakan masyarakat selain begitu deras menghantam setiap segi dan sudut kebobrokan wacana dan laku politik aktor politik di senayan dan Istana, juga begitu masif dalam merespon berbagai isu kemasyarakatan yang terabaikan dan dilupakan oleh para pejabat publik.
Berbagai perkumpulan dan seruan solidaritas moral di dunia maya yang mulai mewahana khususnya di jaman kepemimpinan Presiden SBY merupakan indikasi kuat bahwa masyarakat tidaklah tidur dan membiarkan berbagai ketidakadilan dan penindasan di tengah masyarakat, baik yang bersifat vertikal (pemerintah dan masyarakat) maupun horizontal (antar masyarat). Kasus Prita Mulya Sari beberapa waktu lalu dan kasus pembantaian Di mesuji dan Bima serta Kasus Sandal Jepit yang baru-baru ini terjadi merupakan salah satu dari sekian banyaknya contoh bagaimana gerakan masyarakat di dunia maya begitu konsisten dalam menyampaikan aspirasi demi perbaikan bangsa dan negara yang cenderung dialpakan oleh pejabat publik kita. Belum lagi berkaitan dengan hujatan dan kritikan masyarakat atas kinerja pemerintahan (legislatif, eksekutif fan yudikatif) dalam bentuk perkumpulan dijejaring sosial.
Memang tidak bisa dinafikan bahwa gerakan di dunia maya tersebut memiliki pesan dan kesan yang ambigu ketika berbicara diranah keefektikan sebuah gerakan masyarakat sivil. Disatu sisi, gerakan masyarakat di dunia maya, memang bisa saja mengilhami dan memberikan inspirasi lahirnya gerakan masyarakat sipil di dunia nyata. Tetapi disisi yang lain gerakan tersebut terkesan sebagai gerakan masyarakat yang malu-malu alih-alih penakut. Sebab jika dibandingkan dengan gerakan masyarakat di dunia nyata maka gerakan di dunia maya tersebut selain sangat meminimalisir resistensi dari kubuh pemerintah, juga sangat terkesan meminimalisir pengorbanan dan perjuangan.
Penulis membayangkan bagaimana seandainya setiap perkumpulan dan seruan moral di dunia maya tersebut mengaktual di dunia nyata. Bukankan akan melahirkan gerakan masyarakat sipil yang begitu masif dan terorganisir?. Sekiranya demikian, maka potensi besar keberhasilan gerakan masyarakat dalam menyampaikan dan menyuarakan aspirasi bisa sampai pada titik klimaknya. Jangankan berbicara mengenai keberhasilan diaktualkannya aspirasi oleh penentu kebijakan tertinggi, penggulingan atau kudeta kekuasaanpun bisa dilakukan, misalnya revolusi atau reformasi.
Transformasi Gerakan
Ekspektasi dan atensi gerakan masyarakat yang concern melakukan gerakan moral dan inteleqtual di dunia maya dewasa ini (khususnya pasca reformasi) merupakan penanda sekaligus petanda, bahwa gerakan masyarakat telah bertrnasformasi secara signifikan dari kultur gerakan terbuka ke kultur gerakan bawah tanah seperti yang pernah di lakonkan oleh Panglima besar Jendral Soedirman dijaman pra kemerdekaan dulu.
Transfrmosi tersebut jelas tidaklah lahir dari ruang yang kosong dan kultur gerakan di dunia maya yang segenung dan sedanau dengan format gerakan bawah tanah juga memiliki varian alasan tersendiri.
Menyangkut hal yang pertama, jawabannya telah dikemukakan dibagian awal tulisan ini, sedangkan menyangkut jawaban kedua lebih mengarah pada transformasi paradigma dan orientasi politik masyarakat yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Transformasi paradigma terjadi karena tingkat pendidikan politik masyarakat semakin menunjukkan kematangan dan kedewasaan. Hal ini juga atas berkat kontribusi derasnya arus informasi yang tidak hanya menyambangi individu tertentu tetapi telah dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Artinya, berkat arus informasi tersebut, akses data dan informasi tidak lagi terpusat pada individu-individu tertentu tetapi terddesentralisasi kepada seluruh lapisan masyarakat mulai dari perkotaan hingga pedesaan, mulai dari pulau jawa hingga nn-jawa.
Transformasi orientasi lebih dipengaruhi karena hampir semua data dan informasi yang masuk dalam kotak memori akal masyarakat sepenuhnya berorientasi pragmatis. Akhirnya tingkat orientasi politik masyarakatpun menjadi pragmatis. Akibatnya berimbas pada perilaku dan budaya politik masyarakat yang tentunya pragmatis pula.
Orientasi gerakan masyarakat yang terkesan pragmatis tersebut selain dipenuhi oleh kalkulasi materil, juga disesaki dengan pertimbangan tidak ingin bersentuhan langsung dengan dunia politik praktis yang sudah semakin murtad. Kalkulasi materil dideteksi dari pertimbangan meminimalisir pengorbanan dan perjuangan gerakan. Artinya masyarakat banyak mempertimbangkan implikasi gerakan terbuka yang lebih banyak menuai kegagalan ketimbang keberhasilan yang parahnya menelan korban yang tidak tanggung-tanggung jumlahnya. Itulah sebabnya orientasi gerakan masyarakat yang pragmatis tersebut dituangkan dalam medium yang lebih menjamin keselamatan ketimbang tidak sama sekali. Dan tidak ada medium yang lebih efektif dan pragmatis selain dari dunia maya.
Pertimbangan untuk tidak ingin bersentuhan secara langsung dengan dunia politik praktis yang diklaim sudah murtad tersebut juga turut melahirkan orientasi pragmatis gerakan di atas. Artinya perubahan kontur gerakan dari yang bersifat terbuka menjadi tertutup (gerakan bawah tanah) lebih karena keyakinan publik akan ketidakindependenan gerakan masyarakat dewasa ini yang sarat dengan kooptasi dari elite politik. Hampir mirip dengan alasan perjuangan bawah tanah yang dilakukan oleh Jendral Soedirman ketika itu yang tidak ingin terkooptasi dengan kepentingan politik praktis. Dengan demikian, beralihnya etensi masyarakat untuk mengalihkan gerakan masyarakat ke domain yang lebih bersifat bawah tanah juga diimbangi dengan keinginan kuat masyarakat untuk mengefektifkan gerakan di tengah semakin kuatnya cengkraman mafia (hukum, politik, agama, budaya dan pendidikan) yang jika dilakukan dengan pendekatan gerakan terbuka, maka hanya akan melakukan tindakan bunuh diri. Selain itu, peralihan gerakan tersebut juga merupakan penanda sekaligus petanda bahwa kekuatan masyarakat sipil dalam konteks bangunan perpolitikan ditanah air sangat lemah. Artinya gerakan bawah tanah dengan menggunakan medium dunia maya tersebut merupakan sebuah stratak (strategi, tehnik dan taktik) politik masyarakat untuk melawan gerakan arus besar kekuatan politik mafia yang hampir melilit seluruh sektor berbangsa dan bernegara kita dewasa ini. Artinya masyarakat sangat paham dan meyakini bahwa kekuatan politiknya didunia nyata sangat lemah ketika berhadapan dengan arus besar konspirasi mafia republik, sehingga harus menerapkan strategi politik bawah tanah tersebut. Sekiranya kekuatan politik masyarakat di dunia nyata memang kuat, maka bagaimana mungkin masyarakat harus sembunyi-sembunyi menggalang kekuatan di dunia lain (dunia maya). Hal ini merupakan sebuah keniscayaan dalam stratagi perang yang menekankan bahwa ketika menghadapi kekuatan yang lebih besar, maka gerakan bawah tanah merupakan solusi terbaik untuk memenangkan perang. Dan memang, ini telah terbukti dalam percaturan sejerah perang di dunia entah di dalam negeri sendiri maupun di luar negeri.
Dengan demikian, maka gerakan masyarakat di dunia maya juga merupakan indikasi termanagenya konsolidasi eleman masyarakat dalam rangka menghadapi kekuatan politik tandingan yang selama ini menghegemoni dan mendiskreditkan kekuatan politik masyarakat  di dunia nyata, dengan harapan terbangunnya kesadaran politik kolektif masyarakat untuk bergerak kedunia nyata. Sehingga tidak menutup kemungkinan gerakan di dunia maya tersebut bisa mengaktual dalam dunia nyata.
Oleh: Subiran
Pemerhati Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar