Laman

Kamis, 09 Juni 2011

MK di Tengah Pusaran Politik Mafia

Kasus dugaan suap terhadap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menjerat Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ternyata tidak hanya merontokkan citra partai berkuasa pengusung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Siapa sangka kasus tersebut juga menyeret-nyeret lembaga lain, yakni Mahkamah Konstitusi, yang tak ada sangkut-pautnya dengan proyek Wisma Atlet SEA Games yang diributkan. Padahal MK selama ini dikenal sebagai satu-satunya institusi yang masih dipandang publik memiliki reputasi yang baik, bahkan belum lama ini mendapat predikat sebagai institusi terbaik se-Asia.
Beberapa waktu lalu Ketua MK, Mahfud MD, melaporkan kepada Presiden SBY yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD), bahwa ada seorang politikus daripartai tersebut yang mencoba menyuap Mahkamah Konstitusi melalui sekterarisnya.
Fenomena penyuapan politisi terhadap lembaga penegak hukum di Indonesia memang bukanlah hal yang luar biasa untuk dijadikan bahan perdebatan, pasalnya hal tersebut telah mendarah daging dalam konteks perpolitikan kita di tanah air. Hanya saja, cukup ironis, bahwa MK yang selama ini menjadi satu-satunya lembaga tinggi negara yang masih dipercaya publik karena integritasnya yang baik dan bersih,ternyata hendak diskenariokan oleh oknum tertentu agar terkena cipratan penyakit KKN. Hal inilah yang kemudian mendeteksi adanya indikasi konspirasi untuk menyandera MK dengan tujuan menghancurkan reputasi dan integritasnya.
Memang jika kita mau mengadopsi logika hukum parsial, sebenarnya secara hukum, peristiwa diatastidak diketemukan aspek pidananya,sebab pemberi uang belum sempat mengemukakan maksud dan tujuan. Tetapi jika ditelaah dari segi dan sudut politik maka boleh jadi hal tersebut mengandung ekses untuk menyandera MK. Memingat MK merupakan proyek reformasi konstitusi pasca tumbangnya orde baru danmerupakan institusi tertinggi yang yang memiliki kewenangan menyelesaikan perkara terhadap pelanggaran konstitusi, termasuk sengketa pemilu entah itu pemilu ditingkat daerah (eksekutif dan legislatif) maupun ditingkat pusat (pemilu presiden dan pemilu legislatif). upaya menyandera MK lebih mengarah kepada penguatan hukum jika ada proyek atau perkara yang harus memenangkan oleh pihak-pihak tertentu.

Menakar ulang eksistensi MK
Perubahan yang cukup mendasar dalam ketatanegaraan, telah terjadi, ketika pasca Amandemen ketiga UUD 1945 para wakil rakyat telah membentuk Lembaga Tinggi Negara yakni Mahkamah Konstitusi. Secara signifikan mahkamah ini telah mengurangi kekuasaan penuh wakil rakyat dan eksekutif dalam melahirkan perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi merupakan “varian baru”, dari model- model Mahkamah Konstitusi yang ada di beberapa negara, paling tidak 78 negara. sekarang ini telah memiliki Mahkamah Konstitusi dengan beberapa model.
Mahkamah Konstitusi yang baru saja terbentuk sudah selayaknya bahwa dalam perjalanannya mendapatkan pengawalan dan pemantauan yang cukup ketat dari seluruh komponen bangsa ini terutama rakyat, agar kewenangan yang strategis ini tidak diintervensi dan dipengaruhi oleh kekuatan lain yang ingin mencari keuntungan untuk kepentingan golongannya.
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga yang mendukung reformasi telah terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karenanya konsekuensi terhadap konsep dalam Penjelasan undang-undang harus dilaksanakan sebagaimana semestinya, demi penegakan moral dalam lingkup penegakan hukum.
Hukum pada dasarnya tidak akan mengalami stagnasi, karena hukum akan selalu mencari jalan keluar sendiri dari kebuntuan. Jalan keluar itu akan selalu ditemukan sekalipun tidak harus selalu melalui jalan formal. Jalan keluar yang dimaksud disini tidak menimbulkan anarki, oleh karena menurut Renner harus didasarkan pada alasan yang jelas, yaitu tuntutan kelayakan sosial (social reasonableness) yang dikehendaki masyarakat. Begitu juga halnya, bahwa lembaga Mahkamah Konstitusi yang dibentuk, tidak sewajarnya menjadi arogan, demi kepentingan politik tertentu. Sekalipun pada akhirnya lembaga ini mengalami kegagalan, maka masyarakatlah yang akan melaksanakan tuntutan apa yang menjadi haknya.
Menimbang konsep Partai politik dan Etika Politikus
Partai Politik
Konsekuensi logis dari pengadopsian sistem politik demokrasi oleh bangsa Indonesia sejak kemerdekaannya adalah bahwa Parpol adalah kendaraan politik yang diatur Undang-Undang yang dapat mengantar seorang warga negara (politikus atau negarawan) atau kombinasi keduanya untuk mencapai puncak kekuasaan. Di negara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar idologis bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Dalam perkembangan selanjutnya di dunia barat timbul pula partai yang lahir di luar parlemen, dimana partai-partai ini bersandar pada suatu pandangan hidup atau ideologi tertentu seperti, Sosialisme, Kristen Demokrat, dan sebagainya. Dalam partai semacam ini, disiplin partai lebih kuat, sedangkan pimpinan lebih bersifat terpusat.
Di negara-negara jajahan, partai-partai politik sering di dirikan dalam rangka pergerakan nasional di luar dewan perwakilan rakyat kolonial; malahan partai-partai kadang-kadang menolak untuk duduk dalam badan itu. Seperti pernah terjadi di India dan Hindia Belanda setelah kemerdekan dicapai, dan dengan meluasnya proses urbanisasi, komunikasi massa serta pendidikan umum, maka bertambah kuatlah kecenderungan untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui partai.
Tugas dan Fungsi parpol
Pertama, Sebagai sarana komunikasi politik.Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan "penggabungan kepentingan" (interest agregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan "perumusan kepentingan" (interest articulation).
Semua kegiatan di atas dilakukan oleh partai politik. Partai politik selanjutnya merumuskannya sebagai usul kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini dimasukkan dalam program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public policy). Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.
Kedua, sebagai sarana sosialisasi politik. Partai politik juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization). Di dalam ilmu politik sosialisasi bertujuan memperoleh sikap dan orientasi, dimana seseorang (warga negara) memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Di samping itu, sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik.
Ketiga, sebagai sarana kaderisasi politik. Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik dan caranya, ialah melalui kontak pribadi, persuasi, dan lain- lain, juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
Keempat, sebagai sarana mengatasi konflik (conflict management).Dalam sistem demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar, jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.
Etika Politikus
Realitas politik adalah pertarungan kekuatan dan kepentingan. Politik dibangun bukan dari yang ideal, tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara. Dalam konteks ini, bagaimana etika politik bisa berbicara?
Politikus profesional dan proporsional sekaligus negarawan adalah idaman setiap rakyat seantero nusantara. Sebab, politisilah yang akan membawa aspirasi, dan memperbaiki nasib dari konstituennya (rakyat).
Seorang politikus yang baik adalah seorang yang cakap membawa aspirasi masyarakat dengan isu-isu yang mencuat kepermukaan yang perlu dipecahkan ke arena politik dengan menggunakan etika politik. Hal tersebut penting untuk menunjukkan dan menekankan pada proses politik, yaitu "Berpolitik" tidaklah bebas nilai apalagi menghalalkan segala cara untuk mempertahankan dan merebut kekuasaan. Hanya politikus yang professional dan proporsional yang dapat melakukan proses yang proporsi dan profesional juga. Seorang politikus yang professional dan proporsional harus memahami masyarakat, bangsa dan negaranya, demikian pula demokrasi, HAM, peraturan perundang- undangan tentang Pemilu, Partai Politik, Visi dan Misi bangsa serta etika politik.

Piet Go O Carm, dkk dalam buku Moral Politik (2004) menyatakan: jika The Common Goodsebagai prinsip etika politik mewajibkan setiap warga negara atau warga masyarakat untuk menggapai jabatan publik dan institusi sosial politik sebagai instrumen untuk mengupayakan hidup baik untuk bersama dan setiap orang. Konsep ini mengandung beberapa tuntutan;Pertama, Prinsip The Common Good menentang politik identitas sempit, yakni partai atau program politik yang hanya memperjuangkan kepentingan atau kesejahteraan bagi kelompok identitas tertentu. Kedua, Prinsip The Common Good sebagai prinsip etika politik melawan politik simbolis, yakni politik yang mengandalkan daya simbolis dari sesuatu yang berkaitan dengan agama atau unsur kebudayaan tertentu. Ketiga, Prinsip The Common Good mewajibkan semua lembaga pemerintahan dan lembaga- lembaga perwakilan rakyat untuk benar-benar dekat dengan rakyat, memberi kondisi riel masyarakat, dan mengangkat kondisi riel masyarakat, mengambil kebijakan yang memenuhi kepentingan rakyat. Keempat, prinsip The Common Good dapat menjadi dasar moral bagi birokrat atau pegawai negeri meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.
Saat ini praktik penegakan hukum sedang mengalami disorientasi kinerja dari amanah yang diperintahkan di dalam UUD 1945 dan perubahannya. Disorientasi pertama, polisi, jaksa dan hakim saat ini tampak kehilangan jati diri karena keberadaan lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian. Selain belum efektif juga tampak ada keinginan kuat untuk memasuki terlalu jauh pekerjaan lembaga penegak hukum tersebut yang bertentangan dengan UU.Kekuatan kritik sosial dan pers bebas sering menimbulkan kegamangan penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya secara benar menurut UU yang berlaku.
Disorientasi kedua, tidak jelas lagi batas-batas sistem pengendalian internal dan eksternal dalam penegakan hukum. Yang terjadi “kontrol internal” dilakukan oleh masyarakat sipil, seharusnya oleh lembaga pengawas internal (irjen dll); dan “kontrol eksternal” dilakukan oleh “orang dalam” lembaga penegak hukum itu sendiri.Di sini tidak jelas lagi siapa mengawasi siapa.Lebih tidak jelas lagi kepada siapa semua fungsi kontrol tersebut harus dipertanggungjawabkan, kepada DPR RI sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah (eksekutif) atau kepada rakyat Indonesia, atau masyarakat sipil di mana saja dan kapan saja dikehendaki rakyat Indonesia itu atau hanya kepada seorang presiden saja.
Disorientasi ketiga,kepakaran yang “dimonopoli” oleh kalangan akademisi dalam menyikapi masalah penegakan hukum.Yang terjadi saat ini telah tumbuh berkembang, tidak jelas lagi bedanya antara seorang “pekerja intelek” dan seorang “intelektual”.
Disorientasi keempat, penegakan hukum saat ini khususnya yang berkaitan dengan pelaku ekonomi tidak mendukung/memperkuat sistem ekonomi nasional melainkan bahkan “meruntuhkan” efisiensi dan efektivitas serta produktivitas para pelaku ekonomi.Bahkan menjauhkan investasi domestik dan asing untuk memperkuat ekonomi nasional.Ada banyak sebab dan di antaranya adalah ekses negatif “pemerasan”dan “pemaksaan”yang mendatangkan keuntungan finansial oleh oknum penegak hukum lebih besar ketimbang proses peradilan yang berjalan jujur,adil dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Penyebab yang pasti dari kondisi ini adalah ideologi globalisasi telah mendorong kehidupan bangsa yang bersifat hedonistis mempertuhankan kebendaan belaka; jauh dari kesejahteraan batiniah bagi masyarakatnya.Pola kehidupan sosial budaya dan ekonomi sesaat telah “menjerumuskan” anak bangsa ini ke dalam kehidupan yang digambarkan oleh Hobbes, “manusia itu seperti serigala terhadap sesamanya” (homo homini lupus bellum omnium contra omnes).Pernyataan Hobbes ini kini berlaku dalam praktik penegakan hukum. Disorientasi kelima, terdapat kekeliruan mendasar mengenai hukuman yang dipandang sebagai satu-satunya alat untuk penjeraan dan pertobatan bahkan jika perlu hukuman mati.
Dengan munculnya pesimisme publik atas penegakan hukum di Indonesia oleh lembaga penegak hukum maka tidak bisa dinafikan bahwa satu-satunya kekuasaan penegakan hukum yang masih tersisa untuk dipercaya adalah Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu segala bentuk kezaliman dalam penegakan hukum termasuk upaya konspirasi penyenderaan lembaga konstitusi tersebut harus segera dihentikan oleh siapa pun terhadap siapa pun di negeri tercinta ini jika berniat menjadi bangsa yang menjadikan hukum sebagai panglima serta bertekat menjadi bangsa dan negara yang berketuhanan Yang Maha Esa,memelihara dan mempertahankankemanusiaan yang adil dan beradab, dan keadilan sosial.
Oleh: Subiran
(Mahasiswa Jurusan Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, kader HI (Human Illumination) dan HMI Cab. Kolaka-makassar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar