Laman

Jumat, 22 Maret 2013

Mengukur dan Mengukir Jejak Peradaban



Jika mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap manusia, sehingga dalam tataran agama pun ia terhikumi sebagai sesuatu yang wajib untuk dilakukan karena ia dasar dari segala-galanya, maka tidak ada salahnya jika kita mengatakan bahwa dengan ilmu seseorang bisa melakukan apa saja yang ia kehendaki terlepas apapun orientasinya, baik menjurus ke hal yang positif maupun negatif. Akan halnya untuk membentuk suatu peradaban yang siap memberikan pencerahan intelekual bagi seluruh umat manusia secara umum dan diri kita sendiri secara khusus, semuanya tidak terlepas dari belenggu ilmu pengetahuan sebagai tahap awalnya.
Namun untuk membentuk peradaban seperti itu tidaklah mudah, butuh niat yang baik serta jerih payah yang keras untuk mewujudkannya. Sama halnya dengan kita melihat kader-kader lembaga pers mahasiswa (LPM) FISIP UMJ yang saat ini berusaha keras untuk mewujudkan hal itu sesuai dengan apa yang mereka dapat dari konsep teoritis hingga dalam tataran praksis mereka tidak kaku lagi untuk melakukannya.
Usaha dan jerih payah mereka terlihat ketika beranjak ke kota Surakarta, Solo. Dan tidak salah jika kita mengatakan bahwa setiap langkah yang menggiring mereka kesana dapat dikatakan sebagi “jejak peradaban” dalam bingkai Ekspedisi Pena Nusantara yang menjadi tema utamanya.
Dalam kegiatan yang diadakan di kota Surakarta, Solo tersebut, khususnya di kelurahan Serengan , semuanya tersusun dalam dua hal yang menjadi fokus kegiatan. Yaitu pertama melakukan peliputan yang mencakup masalah kemiskinan, keagamaan, kebudayaan serta pendidikan. Kedua mengadakan Bina Desa Jurnalis yang konsen Citizen Jurnalisme sebagai upaya mengubah cara berfikir masyarakat setempat bahwa tidak mesti jika kita berbicara tentang peliputan dan berita, maka semua yang wajib mengerjakannya adalah wartawan yang memiliki kartu identitas yang lengkap saja. Tetapi masyarakat pun bisa langsung melakukannya sendiri dengan modal pengetahuan yang mereka dapat, baik itu melalui kegiatan-kegiatan seperti bina Desa Jurnalis yang diadakan oleh kader-kader LPM dan lain sebagainya yang tentunya fokus membahas persoalan tersebut.
Dan adalah kenyataan bahwa mereka (seluruh kader LPM) berhasil melakukannya dengan baik. Ini tidak terlepas dari niat yang tulus, Do’a serta usaha mereka dalam mewujudkan hal itu meskipun tak bisa dipungkiri bahwa begitu banyak halang rintang yang berusaha menghambat kegiatan mulia itu.
Jika kita sedikit saja mau merenung, maka hal ini patut untuk dijadikan pembelajaran bagi sebagian dari kita yang mungkin kerjanya hanya memiliki hobi menampung ilmu di perpustakaan akal tanpa mau sedikit barbagi kepada orang lain melalui kegiatan-kegiatan, diskusi dan lain sebagainya. Karena hal yang tak dapat disembunyikan bahwa saat ini masih banyak dari kita yang hanya pandai dalam tataran wacana tetapi ketika disuruh untuk berbuat sesuatu dalam konteks yang rill adanya, maka akibatnya tidak sedikit juga dari kita yang kelabakan untuk melukukan hal tersebut hingga sampai pada tahap kebingungan harus memulainya dari mana.
Perjalanan tim ekspedisi pena nusantara kekota kota Surakarta, Solo, nyatanya mampu menggugurkan proposisi diatas secara terang-terangan. Bahwa apa mereka dapat selama berkelut di lembaga pers mahasiswa, kini dapat kita saksikan langsung dalam konteks yang rill adanya. Meskipun sebelum memulai kegiatan ini masih banyak orang-orang yang skeptis, apa mereka bisa melakukannya dengan baik atau bahkan sebaliknya.
Dan akhirnya semua keraguan itu bisa terjawab dengan sendirinya., yang tentu dengan melihat langsung hasil yang didapatkan selama melakukan ekspedisi di kota yang cukup terkenal dengan sebutan kota budaya itu. Dan salah satu contoh yang nyata adalah apa sedang anda baca sekarang ini.[]
Ismail Samad, Wartawan LPM News FISIP UMJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar